Semangat Pelari Indonesia Menuju Tokyo Marathon 2018

By. Planet Sports RUN 10 February 2018
Semangat Pelari Indonesia Menuju Tokyo Marathon 2018

Seperti apa persiapan para pelari Indonesia yang akan mengikuti Tokyo Marathon tahun ini? Ini cerita mereka.

 

Para pelari mengenal yang namanya World Major Marathon/ WMM (Maraton Utama Dunia). Ini adalah maraton bergengsi tingkat dunia yang diadakan di enam kota besar yaitu Tokyo, Boston, London, Berlin, Chicago, dan New York. Setiap tahun, World Major Marathon dimulai dengan penyelenggaraan Tokyo Marathon. Bergabung dalam WMM sebagai maraton yang keenam, Tokyo Marathon tahun ini akan diadakan 25 Februari 2018.

 

Banyak pelari Indonesia yang akan berpartisipasi pada Tokyo Marathon 2018. Berikut beberapa di antaranya dan cerita persiapan mereka.

 

 

Abdul Azis Sucipto, Jakarta, & Aplikasi Run MY ASICS

Saya mesti berterima kasih pada istri yang telah memperkenalkan saya pada olahraga lari. Dialah yang lebih dulu rutin berlatih, di saat saya tidak berminat sama sekali. Setelah beberapa waktu, akhirnya istri berhasil mengajak saya mengikuti race. Race pertama adalah Jakarta Marathon 2014. Saya ikut kategori 10K, sedangkan ia ikut… half marathon. Dari situ, kami berlanjut mengikuti race-race lain. Sejauh ini saya sudah menamatkan full marathon di Bali Marathon 2016 dan 2017, serta Jakarta Marathon 2016 dan 2017. Tokyo Marathon 2018 akan menjadi race internasional pertama saya.

 

Saya berlatih menggunakan aplikasi Run MY ASICS. Pada aplikasi tersebut, kami diminta memasukkan target waktu finish, tingkat intensitas, dan frekuensi latihan. Saya memilih target sub 5 jam, tingkat menengah, dan frekuensi latihan tiga kali seminggu, serta mulai berlatih sejak tiga bulan lalu.

 

Pola latihan saya adalah dua kali lari jarak pendek (5-7 kilometer) dan satu kali long run saat akhir pekan. Saya memilih long run di area sekitar rumah dan mengatur rute agar bisa finish dekat rumah. Ini agar setelah lari, saya masih bisa berkumpul bersama anak-anak saya yang masih kecil. Long run terjauh saya adalah 30 km. Saya juga menambah latihan beban ringan di sela-sela latihan. Program ini ‘memaksa’ saya untuk disiplin mengerjakan porsi latihan yang disarankan. Hasilnya, stamina jadi lebih kuat. Kini saya bisa long run dengan pace di bawah 7. Meski saya bukan pelari cepat, tapi saya merasa nyaman dengan pace lari saya. Semoga ini semua mampu membuat saya mencapai target. Cant’ hardly wait!

 

 

Yan Partawijaja, Padang, & Latihan Bersama Atlet

Tokyo Marathon 2018 adalah full marathon (FM) kelima dan World Major Marathon kedua saya. Sebelumnya saya sudah pernah menamatkan FM di Hongkong tahun 2014, Jakarta 2014, Berlin 2015, dan Singapura 2017. Di Berlin Marathon, saya finish dengan waktu 4:35. Inginnya sih, waktu finish Tokyo Marathon saya lebih baik. Untuk itu, saya berlatih bersama Hamdan Sayuti, atlet nasional asal Sumatera Barat, dan teman-teman dari Sakato Runners (sakato artinya “satu kata” dalam bahasa Padang).

 

Hamdan membuatkan program untuk saya dengan frekuensi latihan empat kali seminggu. Senin easy run, Rabu hill training, Jumat latihan interval, dan Minggu long run. Semua latihan ini, kecuali hill training, saya lakukan pada pagi hari sebelum saya mengajar di Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Padang dan sebelum menangani bisnis coffee shop saya. Untuk hill training, saya berlatih sore hari di area dekat kampus yang kebetulan merupakan area perbukitan. Pada masa peak training, long run saya mencapai 30 kilometer dengan total jarak seminggu sekitar 60 kilometer. Di luar latihan lari, saya juga menyempatkan berenang, bersepeda, dan latihan beban. Hamdan merancang pola latihan ini karena melihat saya punya potensi. Namun, saya juga punya kelemahan.

 

Menurut Hamdan, saya cenderung takut untuk langsung push sejak awal. Pada kilometer-kilometer awal, saya lari dengan pace 6:15. Padahal menurut Hamdan, saya mampu untuk langsung lari dengan pace 5:30. Hal ini sudah terbukti, sih, saat long run. Karena itu, ia berpesan agar saya menjaga pace supaya tercapai split dan target yang diinginkan yaitu finish dengan waktu 3:50.

 

 

Dian Mustikawati, Jakarta, & Kombinasi Dua Medan

Saya menyenangi lari jalan raya (road run) maupun lari lintas alam (trail run) –yang ini mungkin karena saya mengikuti kegiatan pecinta alam saat kuliah. Untuk keduanya, saya sudah pernah mengikuti berbagai race. Full marathon (FM) road run pertama saya adalah di Bali Marathon 2016 dengan waktu finish 5:10. Sedangkan personal best FM trail run saya 7 jam di Tahura Trail Race 2018. Saya juga sudah pernah mengikuti ultra race yaitu Nusantarun 4 sejauh 73 kilometer tahun 2016 (road run) dan BTS 70K tahun 2017 (trail run).

 

Apapun race yang akan saya hadapi, latihannya mencakup road run dan trail run. Tinggal komposisinya yang diatur. Untuk Tokyo Marathon, volume latihannya berkisar 60 kilometer per minggu. Pola latihan saya adalah road run pada hari kerja dan hari Minggu (termasuk latihan bersama coach komunitas setiap Rabu), trail run pada Sabtu, dan istirahat hari Senin dan Kamis. Saya merasakan bahwa trail run bermanfaat menguatkan kaki saat lari di jalan raya.

 

Untuk strategi makanan dan minuman, saya akan menerapkan kebiasaan saya: Minum Oralit sebelum race, membawa coklat untuk refueling, dan mengonsumsi minuman yang disediakan panitia. Menyiapkan diri untuk Tokyo Marathon artinya menyiapkan juga pakaian yang sesuai. Ini adalah WMM pertama saya. Untuk itu, saya rajin membaca blog dan mencari tahu outfit pelari lain. Rencananya saya akan memakai base layer, baju lengan panjang, dan celana panjang. Mudah-mudahan hal tersebut mampu membuat saya lari dengan nyaman dan Tokyo Marathon pun menjadi pengalaman yang menyenangkan untuk saya.

 

 

Widiarti Yuwono, Surabaya, & Menikmati Proses

Sebelum rutin berlari, sebenarnya saya termasuk orang yang aktif berolahraga. Namun tahun 2012, setahun sejak kelahiran anak kedua, saya didorong untuk lebih aktif lagi. Berhubung ada gym di apartemen, saat itu saya bisa nge-gym setiap hari. Itu pun masih ditambah dengan lari bersama suami hari Minggu.

 

Sejak itu, kami mulai ikut berbagai race. Untuk full marathon (FM), tahun 2016 saya menamatkan Sundown Singapore dan Bali Marathon, sedangkan tahun 2017 saya menamatkan FM di Hongkong, Bali, dan Bandung. Semua dengan ceritanya masing-masing, hahaha. Di Bali Marathon 2016, saya berhasil meraih personal best dengan waktu 4:55. Saat Hongkong Marathon, saya sedang cedera shin splints. Kalau lari terlalu kencang, pasti tulang kering nyeri. Jadi saya menahan pace dan berhasil finish dengan aman. Saat Bandung Marathon, kaki saya kram. Sedangkan di Bali Marathon 2017, kayaknya saya kurang minum sehingga mengalami anyang-anyangan.

 

Semua pengalaman tersebut saya jadikan pembelajaran untuk Tokyo Marathon nanti. Dari sisi latihan, saya tidak mengikuti jadwal spesifik. Yang penting, disesuaikan dengan kesibukan pekerjaan dan jadwal sekolah anak-anak. Pernah tidak long run sama sekali di suatu akhir pekan, pernah pula long run 25 kilometer, dan latihan interval 7,5 kilometer.

 

Menjelang Tokyo Marathon saya terus memantau agar cedera tidak datang kembali. Syukurlah sejauh ini kondisi saya baik. Saya juga harus mendisplinkan diri untuk rehidrasi meski kondisi dingin kerap membuat pelari tidak merasa haus. Saya belum menetapkan strategi khusus untuk Tokyo Marathon. Tapi yang pasti, karena ini adalah WMM pertama, I will enjoy it to the fullest.

 

Lihat Koleksi Lengkap →

 

Lihat Koleksi Lengkap →