Jelang Asian Games 2018: Jeany Nuraini & Semangat Kaum Muda

Jeany tidak menyia-siakan kesempatan mengikuti Asian Games sebagai junior. Ia berlatih maksimal. 

Jeany Nuraini Amelia Agreta, 17 tahun, adalah atlet lari jarak pendek junior. Ia merintis karirnya sejak duduk di bangku SD. Yang dimulai dengan lomba lari tingkat kecamatan, Jeany kini menuai prestasi di dalam maupun luar negeri. Di dalam negeri, ia peraih medali emas nomor 100 meter di Kejurnas Remaja dan Junior berturut-turut tahun 2014, 2015, dan 2016, serta di Pekan Olahraga Pelajar Nasional 2017. Di luar negeri, ia meraih medali emas nomor 100 meter di ASEAN School Games 2018 Kuala Lumpur dengan catatan waktu 12,05 detik. Semua prestasi tersebut tak bisa dilepaskan dari dukungan Mama Nurmayasari dan Papa James Jerrold Reynolds Ginoga. Ini kisah Jeany kepada RUNNERid. 

RUNNERid: Ceritaiin dong bagaimana kamu bisa menjadi atlet?
Jeany Nuraini: Aku mulai sejak usia 9 atau 10 tahun. Awalnya menang lomba lari tingkat kecamatan. Guru olahraga sekolah melihat aku punya bakat. Mama pun mengikutsertakan aku dalam race bulanan di Rawamangun, lalu memasukkan ke klub lari di Senayan, hingga aku lolos seleksi Pelatnas. Nomor spesialiasiku 100 meter, tapi aku kadang juga turun di nomor 200 meter dan estafet. 

RI: Berarti dukungan keluarga sangat besar?
JN: Betul sekali. Mamalah yang mengantar aku latihan dan ikut lomba kemana-mana naik motor. Saat aku gagal di suatu lomba, aku curhat ke Papa sambil nangis. Tidak hanya Mama dan Papa, Nenek, Uwak, sampai Bibi juga mendukung aku. 

RI: Kini kamu terpilih ikut Asian Games 2018 dan sebagai junior. Bagaimana perasaanmu?
JN: Bangga! Ini adalah Asian Games pertamaku dan aku bangga bisa turun sebagai atlet junior. Ini artinya aku bisa punya lebih banyak wawasan karena punya pengalaman dari sejak junior. 

RI: Nomor apa yang akan diikuti nanti?
JN: Estafet 4x100 meter. Ketiga rekan aku yang lain adalah atlet senior. Mereka adalah Kak Yuliana, Kak Tyas Murtiningsih, dan Kak Luciana Satriani.

Dari nomor individu beralih ke nomor estafet membutuhkan penyesuaian tersendiri. Seperti ini gambarannya. 

RI: Seperti apa persiapanmu di nomor estafet mengingat ini adalah nomor beregu?
JN: Salah satu persiapan yang kami lakukan adalah mengikuti Invitation Tournament pada Februari 2018 lalu sebagai tes event menjelang Asian Games. Saat itu kebetulan yang berpartisipasi hanya tim-tim atletik Indonesia dan tim kami berhasil meraih medali emas nomor estafet putri. 

RI: Bisa memberi gambaran jadwal latihan lari untuk nomor estafet?
JN: Jadwal aku terbagi antara latihan individu dan latihan bersama tim. Kalau latihan individu, pada dasarnya sama seperti latihan lari pada umumnya. Misalnya, aku latihan interval hari Kamis dan Jumat sore, latihan angkat beban hari Rabu, dan latihan penguatan hari Sabtu pagi. Untuk porsi latihan individu ini, aku berlatih bersama pelatihku, Ibu Eni Martodihardjo. 

Jadwal latihan tim adalah hari Rabu. Pada latihan ini, kami fokus pada teknik pengoperan tongkat. Yang kami semua takutkan, kan, kalau tongkatnya sampai jatuh. Kami berlatih agar pengoperannya mulus. Untuk latihan estafet ini, kami berlatih bersama pelatih estafet.  Kebetulan pelatih aku bertugas melatih tim estafet putra.   

RI: Ada perasaan deg-degan?
JN: Pasti ada. Mama pernah bilang bahwa catatan waktu 100 meter aku lebih baik di nomor estafet daripada individu. Ini karena tanggung jawab di nomor beregu lebih besar. Aku tentu tak ingin mengecewakan rekan-rekanku. Namun aku percaya diri bahwa aku bisa. 

RI: Bagaimana persiapan dari sisi nutrisi? 
JN: Saat ini aku tinggal di asrama di daerah Permata Hijau. Sehari-hari makan kami sudah disediakan. Jadi tinggal makan apa yang disediakan. Meski demikian, kadang masih suka kepengen makan di luar, kayak makan junk food. Tapi sesekali aja sih, yang penting nggak kebanyakan. Kalau lagi mager, yang makan di asrama saja. Lagipula, kami harus ijin kalau mau keluar asrama dan batas waktu keluar adalah pukul 9 malam.  

RI: Makanan favorit?
JN: Ayam geprek pedes. Aku tahu makanan pedas suka mempengaruhi latihan. Karena itu aku baru memakannnya setelah latihan berat, hehehe. 

RI: Bagaimana dengan pola istirahat?
JN: Tidur siang satu jam, terutama bila program latihannya berat, seperti interval. Tidur malam paling telat pukul setengah 11. Aku tidak terlalu memaksakan tidur kalau memang belum ngantuk. Takutnya nanti malah kebangun-bangun. Untuk bangun pagi, sekitar pukul setengah 6 atau 6.

Sebagai anak muda, kehidupan Jeany sebagai atlet tak sebebas teman lain seusianya yang non-atlet. Terkekangkah ia? 

RI: Apakah Jeany merasa kehilangan masa muda dengan latihan melulu?
JN: Aku sempat, sih, mikir kayak nggak bebas. Tapi lama-lama jadi biasa karena dibiasakan. Aku masih maen kok sama teman hari Sabtu sore atau Minggu. Cuma lingkungan di sini juga enak. Banyak  juga teman atlet yang seumuran, jadi sama-sama mengerti. 

RI: Apa yang membuatmu bisa terus termotivasi?
JN: Mama selalu bilang, lebih susah mempertahankan daripada meraih. Sayang bila perjuangan yang sudah dirintis dari nol terbuang sia-sia. Makanya saya berusaha disiplin latihan bahkan bila itu berarti mengorbankan hal lain. Kuliah misalnya. Mama meminta dispensasi kepada pihak kampus agar saya bisa fokus latihan untuk Asian Games dulu. Tapi ini bukan berarti pendidikan tidak penting yah. Habis Asian Games, saya akan mulai ‘hidup baru’ sebagai mahasiswi. 

RI: Target apa yang mau dicapai di Asian Games 2018?
JN: Aku masih belum tahu jadi pelari pertama atau keempat. Saat tes event, aku menjadi pelari pertama. Namun, ditempatkan di posisi mananpun, semoga pengorean tongkatnya mulus! 

RI: Ada tips yang bisa di-share ke pembaca?
JN: Untuk remaja, kalau punya bakat, harus dikembangkan. Kalau nggak, kan sayang. Lebih bagus lagi kalau bisa hingga membela bangsa dan negara. Dan, dukung selalu atlet Indonesia di Asian Games 2018 yah.

 

Lihat Koleksi Lengkap →

 

Lihat Koleksi Lengkap →